Sabtu, 28 Desember 2013

Mutiara Zuhud – Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu



Bagaimana Kita Memandang Dosa

Nasehat ulama sufi, Syaikh Ibnu Athoillah,
Jangan beban berat akan besarnya dosa-dosa yang telah anda lakukan, menjadikan penghalang bagi anda untuk bersangka baik kepada Allah.
Sesungguhnya apabila orang yang mengenal Tuhannya, tentu ia akan memandang kecil dosa-dosa bila dibandingkan dengan sifat-sifat Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun.
Tidak ada dosa kecil, apabila Allah menghadapi anda dengan keadilan-Nya, dan tidak ada dosa besar, apabila Allah menghadapi anda dengan karunia dan kemurahan-Nya
Besarnya dosa bagi orang melakukan dosa dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
Pertama:
Hendaklah seorang hamba memandang dosa yang dilakukannya itu sebagai dosa besar, sehingga mendorongnya untuk segera bertobat, kembali sadar, lalu bertobat dengan tobat yang sungguh-sunguh, dengan niat tidak akan kembali melakukan dosa-dosa yang pernah dikerjakannya, dan berharap rahmat Allah terus-menerus, agar tidak tidak tergoda dan tergilincir untuk kedua kalinya ke lembah dosa. (itulah yang disebut “taubatan nasuha”).
Memandang besarnya dosa yang demikian ini adalah baik dan terpuji, dan merupakan tanda-tanda keimanannya.
Sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya orang mukmin yang merasa  dosa-dosanya seperti setinggi gunung, dia kuatir kalau-kalau dosa yang besar dan tinggi itu akan jatuh dan menimpa dirinya (seperti gunung yang bisa roboh menimpa manusia di bawahnya). Sebaliknya, orang yang durhaka / pendosa, menganggap remeh dosa dan kesalahan yang pernah diperbuatnya, laksana lalat yang hinggap di ujung hidungnya, yang begitu mudah ia menghalaunya
Seorang mukmin yang merasa dosa-dosanya seperti setinggi gunung bukanlah seorang pendosa! Namun jika orang itu mengulang atau menganggap remeh dosanya maka dia menjadi durhaka / pendosa.
Kedua:
Jika pandangan akan besarnya dosa itu, akan menjatuhkannya pada putus asa dari rahmat Allah dan sikap buruk sangka (su-uzhan) kepada Allah, maka pandangan akan besarnya  dosa semacam ini, adalah tercela dan mengotori iman.
Sikap yang demikian itu, tidaklah baik dan menunjukkan akan kebodohannya terhadap sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pemurah lagi Maha menerima tobat.
Nabi Saw bersabda:
Demi dzat yang menguasai diriku, seandainya  anda sekalian tidak pernah melakukan dosa, tentu Allah melenyapkan anda, kemudian mendatangkan kaum (menggantikan anda) yang berbuat dosa, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Allah mengampuninya
Seyognya seorang hamba tidak memandang berlebihan besar dosanya, kalau pandangan akan kebesaran dosanya itu membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan berburuk sangka kepada Nya. Tetapi hendaklah hal-hali itu, sebagai pendorong baginya untuk segera bertobat, dan beri’tikad untuk tidak akan mengulanginya lagi.
Apabila seorang hamba merasa besar sekali dosanya terhadap Allah, setiap saat ada saja dosa yang dikerjakannya walaupun dosa-dosa yang kecil, maka perasaan seperti ini akan memperburukkan dirinya sendiri.
Sesungguhnya rahmat dan kasih saying Allah itu lebih banyak dan lebih luas dari siksa-Nya.  Sifat adil dan bijak Allah itu meliputi langit dan bumi dengan segala isinya.
Allah Swt, mengetahui tentang manusia yang ada di muka bumi ini, kemampuan ilmu dan kekuatan imannya. Sehingga tuangan rahmat dan kasih-Nya bagi yang ada di permukaan bumi ini, sangat sempurna dan sangat bijaksana. Sifat Allah Ta’ala yang pemaaf dan pengampun adalah bagian anugerah Alla Swt, kepada manusia dan semua makhluk yang ada di alam semesta.
Manusia tidak perlu berlebih-lebihan merasa dosa dan kesalahannya terhadap Allah Swt, setelah mengetahui/mengenal sifat Allah dan besarnya rahmat dan anugerah Allah kepada seisi alam ini. Tugas seorang hamba terhadap Allah Swt, karena dosa-dosa dan kesalahan yang diperbuatnya adalah kembali sadar, lalu bertobat seperti yang diuraikan sebelumnya.
Hubungan dosa dan ujub
Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa Nabi saw, bersabda:
Seandainya dosa itu tidak lebih baik bagi orang mukmin daripada ujub (merasa sombong dan membangga-banggakan amal kebaikan), tentu Allah tidak akan membiarkan orang-orang mukmin berbuat dosa selama-lamanya.”
Melalui hadits tersebut Nabi Saw, mengingatkan kepada kita bahwa adanyadosa itu sesunggunnya sebagai penghalang yang dapat mencegah timbulnya ujub !
Dimana ujub itu merupakan hijab yang paling tebal antara seorang hamba dengan Tuhannya.
Karena orang yang bersikap ujub. ia melihat pada kemampuan dan kekuasaan dirinya dalam ketaatan dan ibadahnya,  tidak melihat pada kekuasaan dan keagungan Tuhan,  Sikap semacam ini, sangat berbahaya, tidak ada yang lebih bahaya daripada ini.!
Sebaliknya, dosa menyebabkan seorang menjadi takut dan cemas lalu ia berlari mendekat kepada Allah karena kesalahan dan dosanya itu.
Sikap ujub membuat sesorang (disadari atau tidak disadari) berpaling dari Allah (tidak menuju kepada Allah).
Sementara dosa, membuat seseorang menghadap dan mendekat kepadaNya. Sifat ujub, menyebabkan seseorang merasa tidak butuh dan mengandalkan kemampuan dirinya.
Sementara dosa menyebabkan seseorang merasa terhina, merendahkan diri di hadapan Ilahi. Sifat seorang hamba yang merasa terhina dan butuh kepada Allah swt, merupakan sikap seorang mukmin yang paling disukai Allah swt, sebaik-baik sikap yang membuatnya sampai kepada Allah, dan Allah pun berkenan menerimanya.
Yahya bin Mu’adz berkata: “Jika Allah menghadapi hamba-hambaNya dengan keadilanNya, maka tidak tersisa satu kebaikan pun bagi mereka. Tetapi jika mereka memperoleh kemurahan anugerah-Nya, maka tidak akan tersisa satu keburukan mereka.”
Diantara do’a Yahya bin Mu’adz ialah: “Jika Engkau berkenan mencintaiku, tentu Engkau akan mengampuni kesalahan-kesalahanku. Tetapi jika Engkau murka kepadaku, tentu Engkau tidak akan menerima kebaikan-kebaikanku”.
Pahamilah, bahwa sombong, riya, ujub dan sejenisnya akan membuat Allah murka, sehingga tidak akan menerima amal, ibadah dan kebaikan-kebaikan kita.
Kita memohon perlindungan Allah dari sifat-sifat tercela itu.
Wassalam
Zon di Jonggol
Sumber tulisan dari beberapa terjemahan “Al-Hikam”, Syaikh Ibnu Athoillah, antara lain,
  • “Menyelam ke samudera ma’rifat & hakekat”, Penerbit “Amelia”, Surabaya
  • “Mutu Manikam dari kitab Al Hikam”, Penerbit “Mutiara Ilmu”, Surabaya

FPI nilai Ahok goblok dan asal jeplak soal kolom agama di KTP


Reporter : Dharmawan Sutanto | Selasa, 17 Desember 2013 18:15

Merdeka.com - Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama setuju identitas agama tak perlu dicantumkan dalam kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pernyataan Ahok itu mendapat reaksi keras dari Front Pembela Islam (FPI).

"Itu goblok, asal jeplak dan sesuka bacotnya dia ( Ahok ) saja," ujar Juru Bicara FPI, Munarman, Selasa (17/12).

Menurut Munarman, komentar Ahok tersebut semakin menunjukkan sikap arogansi pria kelahiran Bangka Belitung itu. "Pernyataannya itu semata-mata buat menunjukkan arogansinya saja," katanya.

Bukan hanya itu, Munarman juga mengecam Ahok terkait pernyataannya yang menyebut identitas agama seseorang di KTP tidak menjamin seseorang melakukan tindakan korupsi.

"Itu goblok, masa menghubungkan kolom agama di KTP dengan praktik agama seseorang. Dia tidak paham dan tidak mengerti tentang demokrasi berarti," tegasnya.

Terkait persoalan ini, ia meminta Ahok jangan terlalu banyak berkomentar di media massa, tapi fokus mengurus membenahi Ibu Kota.
"Ahok lebih baik kerja, jangan terlalu banyak komentar di media massa," pungkasnya.

Seperti diketahui, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku setuju dengan wacana pengapusan identitas agama di kolom lembar Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diwacanakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ahok menilai, seluruh negara di dunia tidak memasukan kolom agama kartu identitas warganya. Termasuk negara Malaysia yang dikenal fanatik dengan faham agama Islam.

"Kalau menurut saya pribadi, saya enggak suka ada itu (status agama), bodo amat. Untuk apa mencantumkan agama anda di KTP?" kata Ahok .

Silahkan dibuktikan

MALAM TAHUN BARU MASEHI KALI
INI BERTEPATAN DENGAN
TURUNYA BALA DAN PENYAKIT Di
dalam kitab “FAWAIDUL
UKHROWIYAH” dan kitab “KANZUN
NAZAH” karangan SYAIKH ‘ABDUL
HAMID QUDUS,beliau pernah
mengajar di Masjidil Harom
Makkah al mukarromah.telah
berkata setengah ulama arifin dari
ahli mukasyafah. bahwasanya
turun di setiap tahun 320 ribu
bala’ (bencana) turunnya di hari
Rabu yg akhir di Bulan
Shofar.MALAM RABU WEKASAN
TANGGAL 31 DESEMBER 2013Masih
ingin berpesta dimalam
tersebut ?, Maaf kami hanya saling
mengingatkan ,Hidayah adalah
Mutlak Urusan Alloh
Semoga Alloh SWT memberi kita
keselamatan Dunia dan
Akhirat.......
METODE DAKWAH RASULULLAH

Metode Dakwah itu bisa di lakukan dengan berbagai cara , sesuai dengan tingkat kemampuanya , bahkan dakwah juga bisa dilakukan dengan hati atau Dakwah Bil-Qolbi , bukan berarti ini ilmu kebatinan , menurut Rosululloh dakwah yang model kaya gini type yang paling rendah . Walaupun begitu tetap mempunyai nilai dakwah bila di bandingkan dengan orang – orang pada zaman Nabi Daud , karena tidak mau tau akhirnya di kutuk jadi kera.
Metode Dakwah Bil-Qolbi
Metode Dakwah ini sesuai dengan sabda Rosululloh
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَان * رواه مسلم
Artinya “ Barang siapa dari kalian yang melihat kemungkaran maka supaya merubah dengan tanganya jika tidak mampu maka dengan lisanya bila tidak mampu maka dengan hatinya dan demikian itu ( dengan hati ) Iman yang paling lemah “

Metode Dakwah Islam
Adapun metode Dakwah Islam kepada masyarakat antara lain :
1. Dakwah Bil Lisan yakni metode dakwah lewat lisan misalnya khotbah jumat atau ceramah-ceramah agama di acara-acara pengajian.
2. Dakwah Bil qolam yakni metode dakwah melalui tulisan misalnya pada waktu sore hari untuk anak kecil di masjid mengaji Al-Quran.
3. Dakwah Bil nikah yakni metode dakwah melalui pernikahan seperti orang yang hijrah tadi menikahi penduduk desa agar mereka mempunyai keturunan dan bisa meneruskan dakwah Islam di masyarakat.
4. Dakwah bil hal yakni metode dakwah melalui perbuataan misalnya setiap ada orang yang bangun rumah ,mereka saling bergotong royong, dll.
5. Dakwah Bil maal yakni metode dakwah yang dilakukan dengan harta, misalnya infaq buat pembangunan masjid.
6. Dakwah bil hikmah yakni metode dakwah yang dilakukan dengan melalui pendidikan seperti dalam tingkat pendidikan disitulah banyak juga terdapat pesan- pesan dakwah melalui mata pelajaran agama pada metode dakwah.
7. Dakwah bil rikhlah yakni metode dakwah yang dilakukan melalui perjalanan, mislanya menjalankan ibadah umrah atau haji.
8. Dakwah Bil-Qolbi yakni metode dakwah yang dilakukan ingkar dan tidak ridlo pada kemungkaran.
Diposkan oleh dakwah islam di 16.43 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Artikel Dakwah Islam
Definisi Dakwah
DAKWAH
Definisi “Dakwah” secara bahasa:
1. Meminta dengan sangat untuk memenuhi seruan, baik disambut maupun tidak permintaan itu. Dan permintaan ini berkaitan dengan keyakinan, perkataan dan amal perbuatan.
Alloh ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُون * سورة الانفال 24
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.” (QS. al-Anfal 24)
2. Pengertian “Dakwah” secara istilah syar’i:
“Sebuah usaha baik perkataan maupun perbuatan yang mengajak manusia untuk menerima islam, mengamalkan dan berpegang teguh terhadap prinsip-prinsipnya, meyakini aqidahnya serta berhukum dengan syari’аt-Nya.”
Ada beberapa perkatan ulama dalam mendefiniskan dakwah sebagai berikut:
1. Syaikhul islam Ibnu taimiah rohimahulloh berkata: dakwah kepada alloh adalah dakwah menuju keimanan kepada-Nya dan terhadap apa yang di bawa oleh Rosul-Nya dengan meyakini apa yang dikhobarkan olehnya dan menta’ati perintahnya. (majmu fatawa jilid 15 hal.92 cetakan darul wafa)
2. Imam Ibnu jarir аt-thobari rohimahulloh berkata tentang maksud dakwah: yaitu menyeru menusia menuju islam dengan perkataan dan perbuatan. (tafsir аt-thobari jilid 11 hal.53)
3. Imam Ibnu katsir rohimahulloh berkata: Dakwah kepada Alloh yaitu dakwah/seruan kepada persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecualai Alloh ta’ala satu-satunya dan tidak ada sekutu baginya. (tafsir ibnu katsir jilid 2 hal.477)
4. Syaikh Ali mahfudz rohimahulloh berkata: Dakwah kepada Alloh ialah memotivasi manusia kepada kepada kebaikan, petunjuk, dan memrintahkan kebaiakan serta mencegah yang mungkar agar meraih kebahagiaan dunia akherat. ( Manhaj ad-da’wah ilallohi Hal.96)
Dinamika Sosial Dakwah
Dakwah Islam memihak pada kebenaran; al-haq dan ma’ruf karena hal tersebut yang sesuai dengan fitrah manusia. Dakwah dalam prakteknya merujuk kepada fitrah manusia karena dalam fitrah itu ada kebenaran yang dengan begitu kebenaran akan hadir pada diri mаd’u dan diterimanya dengan ketulusan. Maka, dalam dakwah tidak ada paksaan, tidak ada tipu muslihat,tidak ada pengkaburan kesadaran penciptaan prakondisi negatif lain yangdapat mendorong pada penerimaan dakwah secara paksa. Jadi hakekat dakwah adalah mengajak manusia kembali kepada hakikat fitri yang tidak lain adalah jalan Allah serta mengajak manusia kembali kepada fungsi dan tujuan hakikikeberadaannya dalam bentuk mengimani ajaran kebenaran danmentransformasikan iman menjadi amal sholeh. (Sultan, 2003 : 56)Di dalam proses kegiatan dakwah terdapat beberapa faktor yangmenyebabkan kegiatan dakwah dapat berlangsung dengan baik, yaitu sebagaiberikut :

Dai merupakan kunci dakwah oleh karena ia bagaikan orang yang memegang alat dakwah. Di tangannya dakwah memperolehkeberhasilan atau kegagalan. Adapun tiga hal yang perlu diperhatikan oleh juru dakwah dalam berdakwah yakni :
corak kemajemukan
pluralitas
masyarakat suatu bangsa adalah ke-bhinekaan dalam beberapa aspek kehidupan yang meliputi ideologi, sosio-kultural, agama, suku, bahasa,politik dan sebagainya

Hukum Dakwah
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون * سورة آل عمران 104
Jika min yang ada pada Surat Ali Imaron ayat. 1o4 di atas [ minkum ] adalah min lil bayaniyah, maka dakwah menjadi kewajiban bagi setiap orang [ individual ] orang Islam, tetapi jika min dalam ayat tersebut adalah min littab ‘idhiyyah [ menyatakan untuk sebahagian ] maka dakwah menjadi kewajiban ummat secara kolektif atau pardhu kifayah. Dua pengertian tersebut dapat digunakan sekaligus. Untuk hal-hal yang mampu dilaksanakan secara individual, dakwah menjadi kewajiban setiap muslim [ fardhu ‘ain ] , sedangkan untuk hal-hal yang hanya mampu dilaksanakan secara kolektif, maka dakwah menjadi kewajiban yang bersifat kolektif [ fardhu kifayah ]. Setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh wajib berdakwah, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara pasif dalam arti semua sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam sehingga dapat menjadi contoh dan tuntunan bagi masyarakat.
Kewajiban berdakwah bagi setiap individu, selain dinyatakan dalam ayat tersebut di atas ditegaskan juga dalam Al-Qur’аn, dan pesan Rasulullah Saw pada waktu Haji Wada’, :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya: “ Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran “.[Q.S. Al-‘Ashr/103].
فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلِّغٍ يُبَلِّغُهُ لِمَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ (رواه البخا رى )
“ ….maka hendaklah yang menyaksikan di antara kamu menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena boleh jadi yang hadir itu menyampaikannya kepada orang ..”.
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً رواه البخاري)
Artinya: “….. sampaikanlah apa yang (kamu terima) dariku, walaupun satu ayat…”
Diposkan oleh dakwah islam di 16.42 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Artikel Dakwah Islam
Bagaimana agar bisa Percaya Diri
Percaya Diri
Di dalam setiap budaya ada taraf dasar harga diri yang di perlukan. Harga diri membantu orang merasa mampu mengembangkan ketrampilanya dan berguna bagi masarakat. Penelitian menyatakan bahwa orang perlu akan harga diri yang kuat, agar merasa yakin berbuat sesuatu dan menggunakan kemampuan dan bakatnya sebaik-baiknya. Harga diri yang rendah bisa berkaitan dengan kesehatan seperti stress, sakit jantung dan bertambahnya ulah seperti “nakal”.
Self Esteen di bedakan menjadi dua kondisi yaitu strong / kuat dan week / lemah. Orang yang mempunyai self esteem yang kuat akan mampu membina relasi yang baik dan sehat dengan orang lain , bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil. Ciri – cirri orang yang mempunyai self esteem yang kuat adalah :

Self Confidence / percaya diri.
Goal Oriented / mengacu hasil akhir.
Appreciative / menghargai.
Contended / puas atau senang.

Ciri-Ciri orang yang memiliki self esteem lemah / weak adalah :

Critical / mencela.
Self-sentred / mementingkan diri sendiri.
Cintical / sinis atau suka mengolok-olok.
Diffident / malu-malu.

CARA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN SELF ESTEEM
Ada enam thing yang mendukung untuk membangun self esteem :

Goal Setting / merencanakan tujuan yaitu menentukan tujuan hidup.
Risk Taking / mengambil resiko yaitu berani untuk mengambil resiko , karena seseorang tidak akan pernah mengetahui kemampuan diri sendiri jika tidak mau mengambil resiko.
Openig Up / membuka diri yaitu kalau seseorang mau membuka diri dan berbagi rasa ( sharing ) dengan orang lain , maka akan mudah baginya untuk mengenali diri sendiri.
Wise-сhοісе mаkіng / membuat keputusan yang bijaksana yaitu kalau seseorang biasa membuat keputusan yang benar maka akan meningkatkan self confidence dan self esteem.
Time sharing / berjalan sesuai dengan waktu yaitu jangan terlalu memberikan tekanan / paksaan pada diri sendiri untuk medapatkan perubahan , karena tidak mungkin perubahan bisa di dapat secara instant ( langsung ) dan tekanan tersebut justru akanmembuat diri sendiri mundur kebelakang. Biarlah perubahan itu terjadi sesuai kapasitas diri dan berjalannya waktu.

Healing / penyembuhan yaitu penyembuhan dalam arti fisk dan mental dan hal itu bisa dilakukan dengan cara membuat komitmen dan thankful ( rasa syukur ) dan yakin terhadap qodar Alloh.
Diposkan oleh dakwah islam di 16.42 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Nasihat
SELF ESTEEM sebelum Pecaya Diri
SELF ESTEEM
Self Esteem , Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa sebelum menuju rasa percaya diri , perlu kita ketahui tentang perlunya harga diri atau self esteem , karena pada hakikatnya sumber dari tumbuhnya rasa percaya diri adalah berawal dari tebangunya sikap self esteem atau harga diri . Bahkan cirri – ciri bahwa seseorang mempunyai memepunyai harga diri ( self esteem ) yang kuat itu salah satunya dia mempunyai self confidence.
BAGAIMANA CARA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN SELF ESTEEM ?
membangun Self Esteem :

Goal Setting

Merencanakan tujuan , yaitu menentukan tujuan hidup.

Risk Taking

Mengambil resiko yaitu berani untuk mengambil resiko , karena seseorang tidak akan pernah mengetahui kemampuan diri sendiri jika tidak mau mengambil resiko.

Opening Up

Membuka diri yaitu kalau seseorang mau membuka diri dan berbagi rasa ( sharing ) dengan orang lain , maka akan mudah baginya untuk mengenali dirinya sendiri.

Wise-Choise mаkіng

Membuat keputusan yang bijaksana yaitu kalau seseorang bisa membuat keputusan yang benar maka akan meningkatkan self confidence dan self esteem.

Time Sharing

Berjalan sesuai dengan waktu , yaitu jangan terlalu memberikan tekanan / paksaan pada diri sendiri untuk mendapatkan perubahan , karena tidak mungkin perubahan didapat secara instan / langsung dan tekanan tersebut justru akan membuat diri kita sendiri mundur ke belakang. Biarlah perubahan itu terjadi sesuai kapasitas diri dan berjalanya waktu.

Healing

Penyembuhan , yaitu penyembuhan dalam arti fisik dan mental dan hal itu bisa dilakukan dengan cara membbuat komitmen dan thankful / rasa syukur dan yakin terhadap qodar Alloh.

https://www.facebook.com/BerdakwahMenegakanKebenaran/posts/442363025831866

Islam Substantif adalah Tegaknya Syariat Islam

oleh: Y Herman Ibrahim
(Pengamat sosial politik, tinggal di Bandung)

ARTIKEL bertajuk Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam tulisan Ulil Abshar Abdala adalah sebuah Penghinaan yang Nyaris Sempurna terhadap Islam.
Ulil dalam tulisan itu tidak hanya menghina Nabi Muhammad SAW, tetapi bahkan merendahkan Allah SWT dengan mengatakan tidak ada yang disebut hukum Tuhan, melainkan yang ada hanya nilai-nilai ketuhanan yang universal. Kesombongan Ulil sangat nyata dengan mengatakan Rasul Muhammad SAW sekadar tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis. Bagi Ulil, Nabi tidak perlu jadi mitos yang dikagumi tanpa memandang aspek Muhammad Rasulullah sebagai manusia biasa yang juga banyak kekurangannya.
Tentu saja sebagai Muslim, saya sepakat bahwa seorang nabi dan rasul tidak perlu dijadikan mitos atau dikultus-individukan. Tetapi, penghormatan yang tinggi kepada Rasulullah Muhammad SAW didasarkan kepada kedudukan beliau yang dibedakan dari manusia lainnya, karena segala tindakan dan ucapan beliau selalu terjaga dari dosa (Al Quran Surat An Najm Ayat 2, 3, 4).
Penghinaan itu semakin komprehensif dan kafah ketika Ulil mengatakan bahwa, menurut dia, tidak ada hukum Tuhan dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Ulil juga menolak segala bentuk hukum Tuhan yang dia nilai sekadar cerminan budaya Arab. Jilbab, potong tangan, qishash, rajam, semuanya tidak wajib diikuti karena toh itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab. Ulil bahkan tidak setuju terhadap larangan kawin beda agama dalam hal ini antara perempuan Islam dan lelaki non-Islam. Bagi Ulil, hukum Tuhan itu tidak ada atau nonsens. Yang ada adalah seperangkat nilai-nilai Tuhan universal yang implementasinya diserahkan kepada manusia atas dasar konteks sejarah dan sosial.
Pendapat ini sangat berbahaya dan menyesatkan karena dua hal. Pertama, menempatkan aspek manusia sebagai faktor yang bisa menentukan segala-galanya adalah cara efektif pihak Barat dan musuh Islam untuk membuyarkan ukhuwah Islam. Kedua, penyerahan implementasi sepenuhnya nilai- nilai ketuhanan universal kepada kesadaran dan kemampuan akal berarti membangun mekanisme terbalik dalam sistem hukum Islam dengan menempatkan ijtihad di atas kebenaran Qurani serta keteladanan praksis dari Al Hadis.
Cara berpikir seperti ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam sejarah Islam. Beradab-abad yang lampau golongan Mutazilah yang terkagum-kagum dengan filsafat Yunani menghujat kebenaran Al Quran dan praktik beragama yang dicontohkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW.
BERPIKIR rasional tidak dilarang bahkan mencari ilmu pengetahuan hukumnya wajib. Tetapi, rasionalisasi Ulil dengan mengatakan hukum Tuhan itu tidak ada sungguh sebuah kesombongan luar biasa. Kata-kata itu menempatkan manusia dan akal manusia di atas segala-galanya melampaui hukum alam, padahal alam pun tunduk kepada hukum Tuhan.
Sebenarnya bagi kalangan Muslim (militan), kehadiran Islam liberal dan celotehan Ulil Abshar Abdalla tidaklah penting dan terlalu kecil untuk direspons. Eksistensi mereka hanya ada dalam wacana dan itu hak yang juga harus dihormati. Persoalannya muncul ketika wacana itu telah melampaui batas dengan menegasi bahkan menghina bagian yang paling peka dalam Islam, yakni Konsep Tauhid dan Pribadi Muhammad Rasulullah SAW. Ini mendorong reaksi dan memunculkan keyakinan baru bahwa kelompok ini sadar atau tidak telah menjadi bagian integral dari kekuatan global yang ingin menghancurkan Islam (Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 120).
Dalam menegakkan syariat Islam dan melawan ketidakadilan struktural, kalangan Islam militan menghadapi front internal maupun eksternal. Tantangan dari dalam kalangan Islam sendiri menunjukkan indikasi bahwa kita sedang berada pada Fase Yaumil Furqan.
DALAM keadaan seperti ini, biarlah saya mewakili teman- teman untuk menyampaikan beberapa hal sebagaimana di bawah ini.
Pertama, harus ditegaskan bahwa kehidupan kemanusiaan tidak berada dalam ruang hampa. Dia tunduk kepada aturan dan hukum Allah. Jangankan alam semesta dan manusia yang tidak berdaya ini, bahkan sebutir debu pun dia terbang dan bergerak atas izin dan aturan Allah. Aturan Allah dalam Al Quran sebagai risalah yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada yang bersifat tekstual, pasti, dan qathi yang tidak bisa ditawar-tawar. Tetapi, sebagian ayat-ayat Allah itu ada yang memerlukan penjelasan Al Hadis dan juga dalam konteks tertentu diperlukan mekanisme ijtihad. Meski demikian, eksistensi manusia dan nalar serta akal manusia memiliki keterbatasan dan tidak sepenuhnya mampu melakukan ijtihad. Karena itu, meskipun ijtihad itu bisa dilakukan secara individu, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang digambarkan oleh kalangan Islam liberal. Ijtihad memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang luas dan mendalam atas substansi Al Quran dan Al Hadis. Selain itu, sebuah ijtihad yang disebarluaskan memerlukan legitimasi inter subyektivitas para ulama dan fuqaha. Itulah yang dinamakan ijma dalam mekanisme ijtihad.
Kedua, waspadai segala gerakan yang menggunakan simbol-simbol kemanusiaan, faham pluralisme untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam situasi seperti sekarang, di mana Islam dituduh sebagai sumber gerakan terorisme banyak kalangan Islam, khususnya mereka yang berada di lingkungan pesantren, merasa tertekan.
Saya ingin mengatakan bahwa apa yang disebut terorisme versi Barat adalah omong kosong belaka. Teror hanya mungkin dilakukan oleh orang atau kelompok yang berkuasa. Teror tidak mungkin dilakukan oleh orang atau kelompok yang tidak berdaya. Kalau Anda menginjak semut, itu adalah teror. Tetapi, jika semut menggigit Anda, itu hanya sebuah perlawanan kecil. Selama beratus-ratus tahun, teror oleh negara terus dilakukan terhadap masyarakat terjajah dan tertindas dan itu diderita oleh mayoritas umat Islam.
Ketiga, Ulil Abshar Abdalla terlalu kecil untuk dihitung dan dihadapi, tetapi tulisannya yang dibungkus dengan pengagungan nilai kemanusiaan dan penghargaan berlebihan terhadap akal telah tega menghina Islam dengan merendahkan Rasulullah Muhammad SAW. Hukum Allah bahkan dinafikan dengan seperangkat nilai ketuhanan yang membenarkan semua agama atas pertimbangan akal. Dengan mempertuhankan akal, semua agama dinyatakan baik dan benar. Ini sama dengan metodologi dakwah yang sangat disukai oleh Barat dan juga oleh negara. Yakni metodologi dakwah yang sama sekali dilarang berbicara ihwal khilafah, hijrah, dan jihad.
Saya ingin mengatakan bahwa umat Islam harus memperteguh keyakinan akidah dan memperkuat tauhid. Jika akidah dan tauhid kuat, niscaya akhlak pun akan baik dan benar. Dakwah yang langsung menyentuh moral dan akhlak tanpa memperkuat akidah dan tauhid ibarat upaya menyuburkan daun dan ranting sebuah pohon tanpa mempedulikan kondisi akarnya. Hanya pohon yang memiliki akar kuat akan memiliki batang, ranting, dan dedaunan yang kokoh.
Tiada Tuhan selain Allah, tiada agama selain agama Allah, dan tiada aturan selain aturan Allah. Hukum Allah itulah yang disebut syariah. Maka kalau ada yang bertanya apa itu Islam Substantif yang menolak Islam Simbolik, jawaban yang tepat adalah tegakkan syariat Islam dan jangan mereka-reka sendiri.

Y Herman Ibrahim, Pengamat sosial politik, tinggal di Bandung.

http://media.isnet.org/islam/gapai/TanggapanSegar2.html

Senin, 27 Juni 2011


SYEIKH ISMAIL AL-MINANKABAWI

Penyebar al-Khalidiyah pertama

KEDATANGAN Syeikh Ismail al-Minankabawi dari Mekah ke Kerajaan Riau-Lingga dan Semenanjung Tanah Melayu, pernah diungkapkan dengan panjang lebar oleh Raja Ali Haji dalam karyanya, Tuhfatun Nafis. Masih dalam penyelidikan awal, pada tahun 1985 saya menyusun sebuah buku berjudul, Syeikh Ismail Al-Minangkabawi Penyiar Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, cetakan pertama C.V Ramadhani, Solo, Mac 1985. Buku tersebut dirujuk dan dipetik oleh ramai penulis. Tulisan saya yang sekarang merupakan hasil penelitian yang terkini, setelah menemui pelbagai karya Syeikh Ismail al-Minankabawi. Beberapa kekeliruan pada penyelidikan awal diperbetulkan dalam artikel ini. Sebelum tulisan ini saya teruskan, terlebih dulu saya perlu menyatakan bahawa saya tidak sependapat dengan tahun andaian atau tahun dugaan kewafatan Syeikh Ismail al-Minankabawi yang termaktub dalam Ensiklopedi Islam, 2 Indeks, cetakan pertama, 1994, hlm. 55-56.

Menurut Ensiklopedi Islam tersebut bahawa Syeikh Ismail al-Minankabawi lahir pada tahun 1125 Hijrah dan wafat pada tahun 1160 Hijrah. Sanggahan saya adalah sebagai berikut, bahawa Syeikh Ismail al-Minankabawi jauh lebih muda daripada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani (gurunya). Kelahiran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani ada yang menyebut tahun 1133 Hijrah/ 1720 Masihi, 1153 Hijrah/1740 Masihi dan 1183 Hijrah/1769 Masihi. Yang pasti pula, sewaktu masih kanak-kanak Syeikh Ismail al-Minankabawi dibawa oleh ayahnya berpindah ke Mekah dan belajar kepada Syeikh Utsman ad-Dimyathi. Ulama ini hidup dalam tahun 1196 Hijrah/1781-2 Masihi - 1265 Hijrah/ 1848 Masihi. Oleh sebab Syeikh Ismail al-Minankabawi adalah murid Syeikh Utsman ad-Dimyathi, maka tahun kelahirannya dapat kita bandingkan dengan tahun kelahiran beberapa orang murid Syeikh Utsman ad-Dimyathi yang lain, seumpama Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan yang lahir tahun 1232 Hijrah/1816 Masihi, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah, lahir tahun 1233 Hijrah/ 1817 Masihi, dan lain-lain. Jadi jelaslah bahawa tahun 1125 Hijrah/1713 Masihi yang dinyatakan tahun kelahiran Syeikh Ismail al-Minankabawi itu adalah ditolak berdasarkan fakta sejarah. Daripada semua karya Syeikh Ismail al-Minankabawi yang ditemui, ternyata yang tercatat tahun selesai penulisan hanya sebuah saja, iaitu Ar-Rahmatul Habithah fi Zikri Ismiz Zati war Rabithah yang diselesaikan pada tahun 1269 Hijrah/1852 Masihi. Ini sudah cukup untuk menyanggah kenyataan bahawa Syeikh Ismail al-Minankabawi wafat pada tahun 1160 Hijrah/1747 Masihi itu, bahkan beliau masih hidup hingga tahun 1269 Hijrah/1852 Masihi. Menurut tulisan Syeikh Muhammad Mirdad Abul Khair dalam Nasyrun Naur waz Zahar, bahawa Syeikh Ismail al-Minankabawi wafat melangkaui tahun 1280 Hijrah/1863 Masihi.

PENDIDIKAN

Syeikh Muhammad Mirdad Abul Khair meriwayatkan bahawa Syeikh Ismail bin Abdullah al-Minankabawi al-Khalidi asy-Syafi'ie lahir di Minangkabau (tanpa menyebut tahun). Sejak kecil beliau mengikut ayahnya pindah ke Mekah al-Musyarrafah. Beliau belajar pelbagai ilmu kepada Syeikh Utsman ad-Dimyathi. Setelah ulama besar itu wafat, Syeikh Ismail Minangkabau belajar pula kepada Syeikh Ahmad ad-Dimyathi. Selain kedua-dua ulama itu, Syeikh Ismail Minangkabau juga belajar kepada ulama-ulama lain dalam Masjidil-Haram, Mekah, dan Syeikh Ismail Minangkabau sempat belajar kepada Mufti Mazhab Syafie ketika itu, iaitu Syeikh Muhammad Sa'id bin Ali asy-Syafi'ie al-Makki al-Qudsi (wafat 1260 Hijrah/1844-5 Masihi). Ulama dunia Melayu yang menjadi gurunya, yang dapat diketahui secara pasti hanyalah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.

Mengenai Thariqat Naqasyabandiyah al-Khalidiyah, Syeikh Ismail al-Minankabawi menerima baiah dan tawajjuh daripada Sayid Abi Abdillah bin Abdullah Afandi al-Khalidi, murid Syeikh Khalid al-'Utsmani al- Kurdi. Pada waktu yang lain, Syeikh Ismail al-Minankabawi juga menerima baiah dan tawajjuh secara langsung daripada Syeikh Khalid al-'Utsmani al-Kurdi. Dari mula nama inilah terdapat istilah al-Khalidiyah dalam Thariqat Naqasyabandi kerana Syeikh Khalid al-'Utsmani al-Kurdi adalah seorang Mujaddid (pembaharu) dalam tarekat yang sangat terkenal itu.

Tercatat dalam sejarah bahawa Syeikh Ismail al-Minankabawi adalah seorang ulama yang sangat kuat melakukan ibadah, selain aktif beramal dengan Thariqat Naqasyabandiyah Khalidiyah dan Thariqat Syaziliyah, beliau aktif mengajar, mengarang, tilawah al-Quran, pelbagai wirid dan zikir sama ada siang mahu pun malam sehinggalah beliau wafat di Mekah tahun 1280 Hijrah/1863 Masihi. Tidak tercatat sesuatu pekerjaan yang dilakukannya sepanjang siang dan malam selain yang tersebut itu.

PENULISAN

Karya Syeikh Ismail al-Minankabawi berupa kitab mahu pun
risalah, yang ditemui adalah sebagai berikut:

1. Ar-Rahmatul Habithah fi Zikri Ismiz Zati war Rabithah, diselesaikan pada tahun 1269 Hijrah. Kandungannya membicarakan tasawuf, khusus mengenai rabithah secara mendalam. Kitab ini merupakan terjemahan sebuah karya murid beliau sendiri, seorang Arab yang bernama Syeikh Husein bin Ahmad ad-Dausari yang meninggal dunia dalam tahun 1242 Hijrah dalam usia hanya 39 tahun. Daripada terjemahan kitab ini, kita banyak memperoleh informasi tentang diri Syeikh Ismail al-Minankabawi. Di antara petikan kalimatnya, ``Dan adalah demikian itu, dengan mengerjakan yang dia yang amat hina Ismail ibni Abdullah, yang Syafie mazhabnya, al-Asy'ari akidahnya, yang Syazili thariqatnya, kemudian lagi Naqsyabandi al-Khalidi thariqatnya juga, yang menumpang ia atas ahli ilmi di dalam tanah haram yang Makki, yang maha mulia ia. Barang ditobatkan (oleh) Allah juga atasnya dan maaf daripada-Nya oleh Tuhannya yang amat murah, lagi amat penyayang. Dan adalah demikian itu di dalam Kampung Teluk Belanga dengan pertolongan Syah Amir yang dibesarkan dan ikutan yang dimuliakan ialah Amir Ibrahim bin al-Marhum Amir Abdur Rahman at-Tamanqum Seri Maharaja.'' Yang dimaksudkan dengan perkataan `at-Tamanqum' ialah Temenggung. Dicetak oleh Mathba'ah al-Miriyah, Mekah, akhir Jamadilawal 1325 Hijrah, diusahakan oleh Syeikh Abdullah al-Baz.

2. Risalah Muqaranah Sembahyang, tanpa tarikh. Kandungannya membicarakan niat sembahyang. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Bahiyah al-Mashriyah, 1309 Hijrah. Dicetak atas zimmah Umar bin Khathib Abdus Shamad al-Jawi, Jiyad. Selanjutnya ada cetakan pertama yang dikombinasi cetak dengan Bulughul Maram karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1310 Hijrah.

3. Kifayatul Ghulam fi Bayani Arkanil Islam wa Syurutihi, tanpa tarikh. Kandungannya membicarakan fikah bahagian rubu' ibadat. Terdapat berbagai-bagai edisi cetakan, di antaranya oleh Mathba'ah Mustafa al-Baby al-Halaby, Mesir, 1340 Hijrah. Kitab ini ditashih oleh beberapa orang di antaranya, Haji Abdullah bin Ibrahim al-Qadhi (Kedah).

4. Al-Muqaddimatul Kubra allati Tafarra'at minhan Nuskhatus Shughra, tanpa tarikh. Hanya terdapat tahun selesai penyalinan naskhah pada hari Selasa, sesudah sembahyang Zohor pada 15 Jamadilawal 1305 Hijrah di Mekah oleh `Abdus Shamad Kelantan. Kandungannya membahas ilmu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah secara mendalam. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Amiriyah, Bulaq, Mesir, tertulis di halaman depan dinyatakan tahun 1309 Hijrah, dan di halaman akhir dinyatakan Rabiulakhir 1310 Hijrah. Di bahagian tepi dicetak kitab berjudul Muqaddimatul Mubtadin oleh pengarang yang sama. Pada halaman akhir dicatat sebagai penjual ialah Syeikh Abdullah al-Baz di Kampung Babus Salam, Mekah. Kitab ini ditashih Syeikh Ahmad al-Fathani.

5. Muqaddimatul Mubtadin, diselesaikan pada hari Rabu 30 Safar, sesudah sembahyang Zohor, tanpa menyebut tahun. Kandungannya membahas ilmu akidah secara mendalam. Dicetak di bahagian tepi kitab Al-Muqaddimatul Kubra.

6. Mawabib Rabbil Falaq Syarh Bintil Milaq. Kandungannya membicarakan tasawuf, merupakan terjemahan dan syarah Qashidah al-'Arif Billah al-Qadhi Nashiruddin ibni Bintil Milaq asy-Syazili. Sebahagian besar kandungannya membicarakan Thariqat Syaziliyah. Kitab ini
termasuk dalam kategori kitab nadir, telah lama tidak terdapat dalam pasaran kitab. Saya memperoleh kitab ini pertama sekali daripada bekas milik Syeikh Abdul Ghani bin Abdul Hamid, Pinang Baik, Selayang, Selangor Darul Ehsan, tarikh 28 Rejab 1417 Hijrah/9 Disember 1996 Masihi. Dicetak oleh Mathba'ah Makkah al-Mahmiyah, pertengahan Zulkaedah 1306 Hijrah.

KESIMPULAN

Sewaktu Syeikh Ismail bin Abdullah al-Minankabawi wafat, beliau meninggalkan dua orang anak yang menjadi ulama, iaitu Syeikh Azhari (wafat 1303 Hijrah/1886 Masihi) dan Syeikh Muhammad Nur (1313 Hijrah/ 1895-6 Masihi). Syeikh Azhari bin Syeikh Ismail al-Minankabawi ketika wafat meninggalkan dua orang anak; Salim dan Ismail. Syeikh Muhammad Nur bin Syeikh Ismail al-Minankabawi pula memperoleh dua anak perempuan. Salah seorang daripadanya menjadi isteri kepada Syeikh Tahir Jalaluddin al-Minankabawi al-Azhari, tokoh tajdid yang sangat terkenal itu.

Kedua-dua anak Syeikh Ismail al-Minankabawi yang tersebut meneruskan aktiviti beliau, di rumah pusaka beliau yang dinamakan Rumah Waqaf Al-Khalidi di Mekah, menjadi tumpuan atau tempat berkumpul orang-orang yang berasal dari dunia Melayu, terutama Ikhwanut Thariqah dan Kerabat Diraja Riau-Lingga. Bahawa Rumah Waqaf Al-Khalidi di Mekah itu dibina, dimulai oleh Syeikh Ismail al-Minankabawi sendiri, dan sewaktu Raja Haji Ahmad bin Raja Haji ke Mekah pada tahun 1243 Hijrah/1828 Masihi, beliau menghulurkan dana wakaf yang banyak kepada Syeikh Ismail al-Minankabawi. Dana wakaf tersebut kemudian diteruskan oleh beberapa orang Kerabat Diraja Riau-Lingga, para murid beliau.

Murid Syeikh Ismail al-Minankabawi daripada golongan elit Kerajaan Riau-Lingga sangat ramai, sama ada pimpinan tertinggi kerajaan, golongan cerdik pandai mahu pun golongan lainnya. Di antara mereka seumpama Raja Haji Abdullah, Yang Dipertuan Muda Riau Lingga ke-IX, Raja Ali Haji, pengarang Melayu yang sangat terkenal dan lain-lain.

Kesimpulan dari seluruh perbincangan bahawa Thariqat Naqsyabandiyah aliran al-Khalidiyah di dunia Melayu, dimulai oleh Syeikh Ismail al-Minankabawi di Mekah, kemudian beliau sendiri datang mendirikan pusat-pusat penyebarannya di Istana Pulau Penyengat, Riau, di Istana Temenggung Ibrahim di Teluk Belanga, Singapura, di Kampung Semabok, Melaka dan Kampung Upih di Pulau Pinang dan tempat-tempat lainnya.

Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH

HUSEIN AL-QADRI

Penyebar Islam Kalimantan Barat



MENGENAI Habib Husein al-Qadri, tidak terlalu sukar membuat penyelidikan kerana memang terdapat beberapa manuskrip yang khusus membicarakan biografinya. Walau bagaimana pun semua manuskrip yang telah dijumpai tidak jelas nama pengarangnya, yang disebut hanya nama penyalin. Semua manuskrip dalam bentuk tulisan Melayu/Jawi. Nama lengkapnya, As-Saiyid/as-Syarif Husein bin al-Habib Ahmad/Muhammad bin al-Habib Husein bin al-Habib Muhammad al-Qadri, Jamalul Lail, Ba `Alawi, sampai nasabnya kepada Nabi Muhammad s.a.w. Sampai ke atas adalah melalui perkahwinan Saidatina Fatimah dengan Saidina Ali k.w. Nama gelarannya ialah Tuan Besar Mempawah. Lahir di Tarim, Yaman pada tahun 1120 H/1708 M. Wafat di Sebukit Rama Mempawah, 1184 H/ 1771M. ketika berusia 64 tahun. Dalam usia yang masih muda beliau meninggalkan negeri kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan bersama beberapa orang sahabatnya.