Rabu, 27 Agustus 2008

Hadrah Asy'adah Pasar Klewer

PANGGUNG berdetak oleh timpukan rebana yang ditingkah bunyi kendang sunda dan pukulan tambur yang mendebarkan jantung. Gesekan biola, cabikan gitar bas, dan alunan keyboard menciptakan irama naik-turun dinamis. Pada bagian depan, dua vokalis perempuan melantunkan lagu-lagu islami, nyanyian khas dalam permainan hadrah.
Itu pertunjukan hadrah? Bagi yang tahu, permainan kelompok Hadrah Asya'adah dari Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) Solo terbilang cukup asing, kendati tetap rancak dan memikat.
Dalam khazanah kesenian Islam, ada berbagai jenis musik yang dilahirkan untuk mengagungkan kebesaran Nabi Muhammad SAW. Hadrah salah satunya. Jenis musik ini ditampilkan dalam permainan instrumentasi perkusi sebagai pengiring nyanyian yang pada umumnya diambil dari Kitab Barzanji. Dalam perkembangannya, hadrah pun tampil dengan tarian hingga melahirkan genre tari hadrah.
Sejak dari tanah Arab, lalu dikembangkan di Malaysia lewat India, khususnya di negara bagian Perlis dan Kedah, hingga menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, karakteristik instrumentasi hadrah adalah perkusi. Hampir pasti, pertunjukan hadrah dengan nyanyian atau tarian, bebunyian pengiringnya dari drum, terbang, atau rebana juga sesekali disertai tambur.
Tapi hadrah dengan menyertakan keyboard, biola, dan gitar bas seperti yang mereka pertontonkan? "Ada nuansa lain dari jenis musik yang kita kenal. Tapi kami merasakannya lebih indah," ujar Yanuar, salah seorang koordinator kelompok itu.
Keberanian mereka memasukkan instrumen elektrik nonperkusi merupakan hal yang tidak lazim dalam permainan asli hadrah, seolah-olah menyimpan kehendak untuk memberi tafsir baru pada jenis kesenian itu.
Lebih dari itu, bagaimana para pedagang dari berbagai etnik itu mampu berpadu dalam sebuah kelompok musik islami yang sangat jauh dari urusan jual-beli juga patut disimak.
Bermula dari Iseng
Asya'adah lahir Agustus 2001 dengan nama Kloter 2001. Kloter itu kepanjangan dari Kelompok Terbangan. Sebab pada mulanya instrumen perkusi rebana itu yang dipakai. Dalam perkembangannya saat melibatkan instrumen nonperkusi seperti keyboard, biola, dan gitar bas, kelompok itu merasa harus mengubah nama.
"Lalu kami pakai Asya'adah. Maaf, saya tak tahu persis maknanya dalam bahasa Arab. Tapi pasti artinya bagus. Sebab saat pemakaian nama itu, kelompok kami lebih memaknainya dalam bahasa Jawa. Ya semacam plesetan Asya'adah untuk merujuk sak wadah. Kelompok itu memang lahir dari keinginan untuk bersatu dalam sebuah keluarga besar pedagang di Klewer," tutur Yanuar panjang lebar.
Dia bercerita, Kloter 2001 sebagai embrio Asya'adah lahir dari sebuah keisengan. Sebelum Agustus 2001, beberapa pengurus HPPK bersilaturahmi rutin di rumah sang Ketua Umum H Hafidz Safari. Saat itu secara berseloroh, Hafidz melempar gagasan, "Bena gayeng, tabuhan pa piye? (Supaya gayeng, kita tabuhan bagaimana)?"
"Ya dari seloroh iseng itu kemudian kami seriusi. Kami bikin jadwal latihan tetap. Eh pada prosesnya hanya Pak Hafidz yang nggak bisa ikut. Beliau terlalu sibuk mengurus HPPK soalnya," papar Yanuar.
Maka terbentuklah kelompok yang terdiri atas beberapa pedagang yang setidaknya dari tiga etnik berbeda. Dari Padang, ada Yanuar dan Agung Kurniawan. Lalu beberapa dari Madura seperti vokalis Ifah dan penabuh perkusi Huda. Selebihnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Bambang Sugiarto, Arifuddin, Faizul Kirom, Ari, Toni, Khusnul, dan Bisri.
Bagaimana kelompok itu bisa dibangun dari perbedaan etnik meskipun hampir semuanya telah menghirup aura Kota Solo sekian lama? "Tidak ada kendala apa pun. Kami telah sering bergaul di lingkungan pasar."
Itu juga terjadi dalam proses latihan mereka. Perbedaan latar belakang kultural tak menghalangi proses permainan. "Kami punya Mas Bambang yang menggubah syair. Saya dan Arifuddin yang biasa mengaransemen musiknya," jelas Yanuar. Satu hal lagi yang patut dicatat pada kelompok Asya'adah adalah keinginannya berdakwah lewat sajian hadrah mereka.(Saroni Asikin-60j)

Subhaanallah

Seorang manusia dalam hubungan dengan Allah SWT, akan menempuh beberapa cara, berlainan sekali ketika hubungan dengan sesuatu yang gaib dari pandangannya. Misalnya, seorang manusia ketika sadar dalam kehidupannya sehari-hari akan menyaksikan berbagai perkara, sesuai dengan apa yang diberikan kesadaran tersebut dari berbagai kejadian keduniaan, atau sekedar mengetahui kulit saja dari perkara-perkara tersebut.
Apabila seseorang itu sadar, ia dikuasai sepenuhnya oleh pengaruh otaknya. Tetapi, apabila ia tidur, keadaan akan berubah sama sekali. Dalam tidur ia dapat melihat bermacam-macam perkara, di mana hal itu tidak dapat disaksikannya ketika sadar, dan itu memang tidak dapat dijangkau oleh otak manusia. Di dalam mimpinya, mungkin melihat dirinya terbang di udara, atau merasakan dirinya berada pada suatu tempat yang tidak pernah dikunjungi dan tidak pernah dilihatnya di dunia ini. Mungkin ia sedang berbincang-bincang dengan beberapa tokoh yang ternyata sudah meninggal sejak beberapa tahun yang silam. Atau mungkin ia menyaksikan hal-hal yang sangat ajaib terjadi, yang tidak dapat ditangkap dan diterima oleh akal atau logikanya. Misalnya, ia melihat dirinya menunggang seekor kuda, padahal ia sama sekali tidak dapat menunggang seekor kuda, atau mungkin ia dapat melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dilakukannya di dunia ini dalam kehidupan sehari-hari.
Yang mengherankan adalah, semua mimpi tersebut terjadi dengan sempurna, sedang mata tertutup. Maka pada waktu itu yang melihat bukan mata, tetapi roh. Kalau demikian, roh itu memiliki alat penglihat tersendiri. Ia dapat bertemu dengan orang-orang yang telah meninggal dunia dan dapat berbicara dengan mereka.
Seorang yang sedang tidar, sebenarnya ia berada di alam lain, bukan di alam sadarnya, karena itulah rohnya dapat bertemu dengan orang tuanya yang telah meninggal beberapa tahun silam. Ia juga dapat bertemu dengan orang-orang dan benda-benda yang tidak dikenal pada waktu sadarnya, dan kadang-kadang tidak masuk di akalnya.
Timbullah suatu pertanyaan, apakah yang membuat manusia dapat melihat dan mengalami semua itu ketika ia sedang tidur dan menutup mata? Sedang ia tidak dapat melihatnya ketika sedang tersadar dan membuka mata. Apa yang menyebabkannya dapat melihat orang-orang dan tempat-tempat yang tidak pernah dilihatnya pada waktu sadarnya? Kemudian, apabila ia terbangun dari tidurnya, tiba-tiba semua yang sedang dilihat dan dialaminya itu akan lenyap dari matanya. Bagaimana dapat kita tafsirkan perkara tersebut?
Jawabnya, ketika kita melihat suatu benda atau kejadian, akal kita akan memberi tahu kita. Tetapi, perkara yang kita lihat dalam mimpi adalah perkara yang luar biasa, karena itulah kita kembalikan pada kekuasaan ‘Subhaanallah’ dan ‘Laisa kamitslihi syaian’, karena kita tidak mengetahui hokum-hukum roh di waktu jasad masih hidup dan pada waktu roh meninggalkan jasadnya. Semua itu adalah perkara gaib, yang tidak akan dijangkau akal manusia. Karena itulah kita kembalikan perkara itu pada kekuasaan ‘Maha Suci Allah’ dan ‘Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya’.Jika anda berkata: si fulan telah memukul si fulan dengan mengerahkan semua kekuatannya. Adalah itu memberikan beberapa arti? Jawabnya, tidak! Sesuatu itu tidak akan memberikan arti apapun, kecualil jika dibangdingkan dengan pelakunya, dan anda gambarkan pula kekuatan si pelaku tersebut. Tegasnya, jika kami katakana: seorang bayi berusia beberapa bulan telah memukul saya dengan segenap kekuatannya. Kami berkata lagi: seorang petinju terkenal di seluruh dunia telah memukul saya dengan seluruh kekuatannya; di sini barulah tampak makna atau maksud kedua pukulan tersebut. Yang pertama, yaitu pukulan yang tidak menimbulkan bekas apapun terhadap tubuh kami, dan kami tidak merasakan sakit sedikit pun karena pukulan tersebut. Yang kedua, suatu pukulan yang mungkin dapat mematikan kami. Padahal kedua pemukul tersebut telah menggunakan semua kekuatan yang telah diberikan Allah SWT untuk melakukan pukulan. Perbuatan pukulan di sini sesuai dengan keadaan si pemukul. Pukulan anak kecil tidak akan memberikan rasa sakit sedikitpun terhadap diri kami, akan tetapi pukulan si petinju tersebut dapat dengan mudah mematahkan tulang belulang tubuh kami. (bersambung)

Senin, 25 Agustus 2008

PROFIL WAHIDIN HALIM

H. WAHIDIN HALIM, lahir pada tanggal 14 Agustus 1954 di Kampung Pinang Tangerang. Sebuah tempat yang jauh dari hiruk pikuk keramaian Kota.
Tanah warisan orangtuanya adalah tempat dimana ia memulai segala aktivitasnya hingga kini. Ayahnya hanya seorang guru yang bersahaja, yang lebih mengabdikan hidupnya di dunia pendidikan.
Wahidin kecil memulai pendidikannya di SD Pinang, yang kala itu hanya berdinding bambu dan berlantai tanah. Wajar jika semasa itu ia tidak mengenal sepatu, layaknya anak sekolahan masa kini. Setamat SD, ia melanjutkan SMP di Ciledug.
Baginya berjalan kaki setiap hari ke Ciledug merupakan keharusan, lantaran ayahnya tak juga mampu membelikan sepeda, bahkan sekedar sepatu sekalipun.
Lagi- lagi ia harus menerima kenyataan itu. Maklum ayahnya hanya seorang guru yang kala itu penghasilannya hanya cukup sebatas “untuk makan”.
Selepas SMP, ia melanjutkan pendidikannya ke SMA di Tangerang. Berbekal nasihat orang tuanya untuk terus belajar , belajar dan…belajar; dengan sabar ia bersepeda ke sekolahnya di Tangerang, meski harus melewati jalan tanah yang becek. Nasihat itu pulalah yang terus menyemangatinya belajar, hingga ia berhasil memasuki perguruan tinggi Wahidin muda kemudian tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia, Jakarta-sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang terkenal sangat ketat dalam proses penyeleksian calon mahasiswanya hingga akhirnya ia berhasil tamat.